Grafting dan Budding merupakan metode perbanyakan vegetatif buatan. Grafting/penyambungan adalah seni menyambungkan 2 jaringan tanaman hidup sedemikian rupa sehingga keduanya bergabung dan tumbuh serta berkembang sebagai satu tanaman gabungan. Teknik apapun yang memenuhi kriteria ini dapat digolongkan sebagai metode grafting. Sedangkan budding adalah salah satu bentuk dari grafting, dengan ukuran batang atas tereduksi menjadi hanya terdiri atas satu mata tunas (Hartmann et al, 1997). Tanaman sebelah atas disebut entris atau batang atas (scion), sedangkan tanaman batang bawah disebut understam atau batang bawah (rootstock) (Ashari, 1995).
Batang atas berupa potongan pucuk tanaman yang terdiri atas beberapa tunas
dorman yang akan berkembang menjadi tajuk, sedang batang bawah akan berkembang
menjadi sistem perakaran (Hartmann et al, 1997). Perbanyakan tanaman dengan
cara grafting merupakan teknik perbanyakan yang mahal karena memerlukan banyak
tenaga terlatih dan waktu. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan untuk
memperbanyak tanaman yang sukar/tidak dapat diperbanyak dengan cara stek,
perundukan, pemisahan, atau dengan cangkok.
Menurut Ashari (1995), banyak jenis tanaman buah-buahan yangsukar/tidak dapat
diperbanyak dengan cara-cara tersebut, tetapi mudah dilakukan penyambungan,
misalnya pada manggis, mangga, belimbing, jeruk dan durian. Alasan lain untuk
melakukan grafting adalah: memperoleh keuntungan dari batang bawah tertentu,
seperti perakaran kuat, toleran terhadap lingkungan tertentu, mengubah kultivar
dari tanaman yang telah berproduksi, yang disebut top working, mempercepat
kematangan reproduktif dan produksi buah lebih awal, mempercepat pertumbuhan
tanaman dan mengurangi waktu produksi, mendapatkan bentuk pertumbuhan tanaman
khusus memperbaiki kerusakan pada tanaman (Hartmann et al, 1997).
Aplikasi grafting juga dapatdilakukan untuk membuat satu tanaman dengan jenis
yang berbeda-beda, untuk mengatasi masalah polinasi, dalam kasus
self-incompability atau tanaman berumah dua (Ashari,1995).
Proses Pertautan Sambungan
Proses pertauatan sambungan diawali dengan terbentuknya lapisan nekrotik pada
permukaan sambungan yang membantu menyatukan jaringan sambungan terutama di
dekat berkas vaskular. Pemulihan luka dilakukan oleh sel meristematik yang
terbentuk antara jaringan yang tidak terluka dengan lapisan nekrotik. Lapisan
nekrotik ini kemudian menghilang dan digantikan oleh kalus yang dihasilkan oleh
sel-sel parenkim (Hartmann et al, 1997).
Menurut Ashari (1995) sel-sel parenkim batang atas dan batang bawah
masing-masing mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel
parenkim tertentu mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan
dari kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk
jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari
batang bawah ke batang atas dan sebaliknya dapat berlangsung kembali. Agar proses
pertautan tersebut dapat berlanjut, sel atau jaringan meristem antara daerah
potongan harus terjadi kontak untuk saling menjalin secara sempurna.
Ashari (1995) mengemukakan bahwa hal ini hanya mungkin jika kedua jenis tanaman
cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak
terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan
jaringan. Dalam melakukan grafting atau budding, perlu diperhatikan polaritas
batang atas dan batang bawah. Untuk batang atas bagian dasar entris atau mata
tunas harus disambungkan dengan bagian atas batang bawah. Untuk okulasi
(budding), mata tunas harus menghadap ke atas. Jika posisi ini terbalik,
sambungan tidak akan berhasil baik karena fungsi xylem sebagai pengantar hara dari
tanah meupun floem sebagai pengantar asimilat dari daun akan terbalik arahnya
(Ashari, 1995).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyambungan adalah kompabilitas.
Pengertian kompoabilitas adalah kemampuan dua jenis tanaman yang disambung
untuk menjadi satu tanaman baru. Bahan tanaman yang disambung akan menghasilkan
persentase kompabilitas tinggi jika masih dalam satu spesies atau satu klon,
atau bahkan satu famili, tergantung jenis tanaman masing-masing (Ashari, 1995).
Inkompatibilitas antar jenis tanaman yang disambung dapat dilihat dari kriteria
sebagai berikut menurut Hartmann et al (1997) : Tingkat keberhasilan sambungan
rendah pada tanaman yang sudah berhasil tumbuh, terlihat daunnya menguning,
rontok, dan mati tunas, mati muda, pada bibit sambungan, terdapat perbedaan
laju tumbuh antara batang bawah dengan batang atas, terjadinya pertumbuhan
berlebihan baik batang atas maupun batang bawah
Pengaruh Batang Bawah Terhadap
Batang Atas
Menurut Ashari (1995) pengaruh batang bawah terhadap batang atas antara lain,
mengontrol kecepatan tumbuh batang atas dan bentuk tajuknya, mengontrol
pembungaan, jumlah tunas dan hasil batang atas, mengontrol ukuran buah,
kualitas dan kemasakan buah, dan resistensi terhadap hama dan penyakit tanaman.
Pengaruh batang atas terhadap batang bawah juga sangat nyata. Namun pada
umumnya efek tersebut timbal balik sebagaimana pengaruh batang bawah terhadap
batang atas. Perbanyakan Batang bawah ada yang berasal dari semai generatif dan
dari tan vegetatif (klon). Batang bawah asal biji (semai) lebih menguntungkan
dalam jumlah, umumnya tidak membawa virus dari pohon induknya dan sistem
perakarannya bagus. Kelemahannya yaitu secara genetik tidak seragam. Variasi
genetik ini dapat mempengaruhi penampilan tanaman batang atas setelah ditanam.
Oleh karena itu perlu dilakukan seleksi secermat mungkin terhadap batang bawah
asal biji (Ashari, 1995). Hartmann et al (1997) menyatakan bahwa batang bawah
tanaman jeruk diproduksi dari biji apomiksis dan secara genetik seragam. Metode
perbanyakan batang bawak ini lebih efisien dan hemat. Metode Penyambungan
Menurut Ashari (1995) terdapat 2 metode penyambungan, yaitu sambung tunas dan
sambung mata tunas.
1. Sambung Tunas/Grafting
Agar persentase jadi dapat memuaskan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.
Batang atas dan batang bawah harus kompatibel
b.
Jaringan kambium kedua tanaman harus bersinggungan
c.
Dilakukan saat kedua tanaman berada pada kondisi fisiologis yang tepat
d.
Pekerjaan segera dilakukan sesudah entris diambil dari pohon induk
e.
Tunas yang tumbuh pada batang bawah (wiwilan) harus dibuang setelah
penyambungan selesai agar tidak menyaingi pertumbuhan tunas batang atas.
Metode yang dikembangkan adalah sambung lidah (tongue grafting), sambung
samping (side grafting), sambung celah (cleft grafting), sambung susu (approach
grafting), dan sambung tunjang (inarching).
2. Sambung Mata Tunas/Okulasi
(Budding)
Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini menurut Ashari (1995)
adalah sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada saat tanaman
dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau daun-daunnya
belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman. Sebaiknya okulasi
dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman. Budding dapat menghasilkan
sambungan yang lebih kuat, terutama pada tahun-tahun pertama daripada metode
grafting lain karena mata tunas tidak mudah bergeser. Budding juga lebih
ekonomis menggunakan bahan perbanyakkan, tiap mata tunas dapat menjadi satu
tanaman baru (Hartmann et al, 1997).
Metode budding yang sering digunakan antara lain okulasi sisip (chip budding),
okulasi tempel dan sambung T (T-budding). Pemilihan metode tergantung pada beberapa
pertimbangan, yaitu jenis tanaman, kondisi batang atas dan batang bawah,
ketersediaan bahan, tujuan propagasi, peralatan serta keahlian pekerja (Ashari,
1995).
Watch 'A$APK - VODl
ReplyDeleteWatch 'A$APK, the latest video game youtube to mp4 release, for PC, Xbox One, youtube mp3 is a fan of the Genesis / Mega Drive franchise, and is kadangpintar a fan of the